tentang dia: cinta maya si tamu baru

Ciputat, 13 April 2011

Selamat malam, hei kau yang berkemeja biru muda!
Terima kasih atas senyummu sore tadi yang sukses menginvasi isi kepala. Terima kasih!

---

Malam itu, sehabis hujan, si gadis datang ke kamarku. Ia tampak tak tenang. Terlihat jelas raut kekhawatiran pada wajahnya. Khawatir pada entah, aku belum tahu. Kupersilakan ia masuk. Membuatkan secangkir teh hangat untuknya. Ia duduk di kasurku, seperti biasa. Berterima kasih untuk teh buatanku. Lantas aku duduk di kursi kerjaku, membiarkan komputer menyala seperti hari yang sudah-sudah. Siap mendengarkan pikiran-pikirannya.

Ada apa?


Dia menyeruput teh nya pelan-pelan. Menerawang jauh.

“Kau percaya pada cinta?”

Aku mengangguk. Siapa pula yang tidak percaya pada cinta?

Dia menyeruput teh nya lagi, semakin perlahan kali ini. Matanya masih menerawang entah ke mana. Rasanya begitu jauh. Sangat jauh...

Dia menoleh padaku dengan cepat, “Kalau... cinta maya... kau percaya?”

Aku tertawa pelan, sedetik kemudian berhenti ketika menyadari bahwa ia bahkan tidak tersenyum sedikit pun.

Cinta maya?

Dia meletakkan cangkirnya di lantai, “Ya, cinta maya...” ia mendekap lututnya ke dada, menempelkan dagunya di sana. Melihatnya seperti itu, kini aku yang khawatir. “Cinta maya itu seperti kau mengagumi artis idolamu. Rasanya jauuuh sekali. Tapi yang satu ini cinta betulan, bukan rasa kagum berlebih pada idola...” dia diam sebentar, “ng... atau mungkin juga ini memang rasa kagum yang berlebihan. Bagaimana menurutmu?” dia melirikku. Matanya memohon sebuah jawaban yang membantu.

Kau sedang jatuh cinta pada seseorang yang jauh?

Dia hanya mengangkat bahu, kembali memandangi jari-jari kakinya. Hening merayap dalam kamarku. Aku tak tahu apa-apa, tak bisa membantu kali ini. Sungguh. Tak bisa jika aku bahkan tak tahu kamu siapa. Jika aku bahkan tak mengenalmu. Kamu, si tamu yang baru.

Dia menoleh tiba-tiba, “Apakah... cinta namanya, ketika kau tak bisa menghapus sosoknya dari balik kelopak mata? Kau tahu, aku selalu melihatnya jika terpejam. Seakan ia ada di sana setiap detiknya, setiap aku mengerjapkan mata. Aku tak suka. Aku tak bisa berkonsentrasi karenanya. Bahkan, aku teramat takut untuk pergi tidur. Takut melihat dirinya. Takut rasa itu semakin menjalar di dalam dada. Apakah... itu cinta namanya?”

Dia diam sebentar. Aku tahu ia tak butuh jawaban apa-apa dariku. Aku tahu, ia hanya butuh sepasang telinga.

“Apakah... cinta namanya, ketika kau tersenyum hanya karena mengingat sosoknya? Aku memang tak suka ia berlama-lama di balik kelopak mataku, tapi... entah kenapa... bibirku selalu ingin menyungging karenanya. Benar-benar membuatku kehilangan konsentrasi belakangan ini. Apakah... itu cinta namanya?”

Dia mulai memainkan jarinya di bibir cangkir teh hangatnya. Semakin rapat pada kedua lututnya.

“Apakah... cinta namanya, ketika kau mulai merindukannya? Rasa kangen luar biasa yang mampu membuatmu kenyang berjam-jam lamanya meski tak makan apa-apa. Rasa kangen luar biasa yang menguras logikamu nyaris tanpa sisa, kau tak lagi peduli pada apapun, kau hanya ingin bertemu dengannya, ingin melihatnya, melihatnya saja sudah cukup mengisi baterai kehidupanmu berminggu-minggu. Rasa kangen luar biasa yang bikin kau merasa kehilangan. Seperti ada yang kurang pada hari-harimu. Seperti ada satu barang paling berharga yang tertinggal di rumah saat kau berangkat kerja.” Dia melirikku, “Apakah... itu cinta namanya?”

Matanya mulai berkaca-kaca. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali. Mengangkat wajah dan memandangi langit-langit kamarku yang berdebu. Tertawa pelan. Ada sungai kecil di pipinya sekarang. Oh, sungguh! Jangan menangis, gadis!

“Aku...menyedihkan, ya?” Ia melirikku, menyeka pipi dengan punggung tangannya. “ketika jutaan manusia di dunia merasa bahagia saat jatuh cinta, kenapa aku malah merasa pilu luar biasa?”

Aku berdiri, perlahan menghampirinya. Kuberanikan diri untuk merengkuh gadis itu. Kuusap punggungnya pelan. Membiarkan ia membasahi bahuku dengan air matanya.

Suatu hari, kau akan bertemu dengan yang nyata... sayang. Bersabarlah sebentar...

Dari komputerku, terdengar satu lagu mengalun sendu...

I saw you...

You in me...

I saw you...

You in me...

It’s so sad...

Saddest thing...

It’s so sad...

...saddest thing.

***

Lirik lagu dikutip dari ost. Coffee Prince – Sad Thing

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

untitled: ucapan yang hilang

Jika.

Kehilangan Kata