Posts

Showing posts from April, 2011

untitled: misuh-misuh

Ciputat, 27 April 2011 Kepada kamu yang sepanjang perjalanan tadi siang misuh-misuh: hidup itu bundar, sayang, ia akan terus berputar, jangan diratapi. Nikmati saja! :) *** Bertemu kamu, selalu memiliki kenikmatan tersendiri. Tapi, bertemu kamu yang sedang merajuk itu hal lain. Mukamu ditekuk sedemikian. Tak ada senyuman. Benar-benar tampak sangat mengerikan. Kamu jadi persis seperti perempuan yang sedang datang bulan. Sungguh! Kamu mengganti siul-siul merdumu dengan sumpah serapah. Bahkan tak ada lirikan mata menggoda. Kamu memandangi jalan dengan aura membara, layaknya pemburu yang mencari mangsa. Seperti bukan kamu saja. Saya yakin, kamu disusupi salah satu penghuni neraka sana. Saya yakin, itu bukan kamu sepenuhnya. Sungguh! Bertemu kamu, selalu memiliki kenikmatan tersendiri. Meski kamu misuh-misuh kali ini. Sungguh! ***

suami orang: meracuni hati

Aku tak pernah menyangka jika meracuni hati sendiri ternyata begitu sulitnya. Tak semudah meracuni tikus di dapur sampai benar-benar mati. Bukan, bukan maksudku untuk membunuh hati seperti tikus-tikus di dapurku itu. Aku hanya ingin melumpuhkannya kali ini. Menghentikan hati jatuh cinta pada manusia yang tak seharusnya ia cintai. Pria-pria beristri. Puluhan kali, alam sadarku menasehati hati bahwa tak baik mencintai mereka yang tak lagi sendiri. Bahwa tak baik merebut kasih dari anak-anak yang masih suci. Bahwa dosa-dosa dari tiap butir air mata sang istri harus kutanggung sendiri. Tapi hati seakan tuli. Hati tak pernah peduli. Bukankah, kaubilang, cinta tak pernah salah? Memang. Karena bukan cinta yang salah. Tapi, kau! Ya, hati, kau yang salah! Jangan melanggar batas! Simpan saja cinta itu sampai mati! Nikmati saja pedihnya mencinta tanpa bisa memiliki! Nikmati saja cinta itu sendiri! Jangan bikin jiwa-jiwa lain sakit hati! Gila! Bukankah, kau setuju, saat kukatakan dia

untitled: bengong itu...

Ciputat, 23 April 2011 Untuk kamu, satu-satunya yang hanya bisa saya miliki ketika bengong :) *** Bengong itu nikmat. Begitu menurut seorang teman. Saya sendiri merasa bengong itu justru menyakitkan. Tiap kali saya bengong, maka akan muncul memori-memori yang tak pernah saya inginkan untuk muncul lagi. Mereka hadir begitu saja. Sepaket dengan bengong dan segerombol kesunyian yang segera mengerubungi saya. Setelah diserbu oleh pasukan pengacau pikiran itu, saya akan meratapi semua ketololan saya di masa-masa pembentukan memori tersebut. Kenapa dulu saya begitu, kenapa dulu tak begini, kenapa harus ada ‘kenapa’. Kenapa? Kenapa? Kenapa? Berikutnya saya akan semakin meratap ketika ‘kenapa’ mulai berganti menjadi ‘andai’. Andai begitu maka begini, andai begini maka... ahh, andai! Bengong itu menyedihkan. Menontoni memori ketololan diri sendiri itu menyedihkan. Atau... menjadi seorang masokis itu malah menyenangkan? *** Kau berbisik di telingaku, “kau tahu apa yang kulihat

tentang dia: cinta maya si tamu baru

Ciputat, 13 April 2011 Selamat malam, hei kau yang berkemeja biru muda! Terima kasih atas senyummu sore tadi yang sukses menginvasi isi kepala. Terima kasih! --- Malam itu, sehabis hujan, si gadis datang ke kamarku. Ia tampak tak tenang. Terlihat jelas raut kekhawatiran pada wajahnya. Khawatir pada entah, aku belum tahu. Kupersilakan ia masuk. Membuatkan secangkir teh hangat untuknya. Ia duduk di kasurku, seperti biasa. Berterima kasih untuk teh buatanku. Lantas aku duduk di kursi kerjaku, membiarkan komputer menyala seperti hari yang sudah-sudah. Siap mendengarkan pikiran-pikirannya. Ada apa? Dia menyeruput teh nya pelan-pelan. Menerawang jauh. “Kau percaya pada cinta?” Aku mengangguk. Siapa pula yang tidak percaya pada cinta? Dia menyeruput teh nya lagi, semakin perlahan kali ini. Matanya masih menerawang entah ke mana. Rasanya begitu jauh. Sangat jauh... Dia menoleh padaku dengan cepat, “Kalau... cinta maya... kau percaya?” Aku tertawa pelan, sedetik

sekarat

Ciputat, 18 April 2011 Tak bisakah aku menemuimu sebelum nyaris mati tercekat rindu? Atau... Apakah memang sudah seharusnya begitu? Apakah memang, sudah seharusnya aku tersiksa dahulu, merana dahulu, baru kemudian Kau muncul, Tersenyum padaku, Meluluhkan lagi hatiku, Hanya beberapa detik sebelum akhirnya kau kembali berlalu. Meninggalkan asap pekat yang bikin sesak. Meninggalkan aku yang kembali tercekat: rindu. ---- Kepada kamu, si maya berkemeja biru muda: sangat berharap kamu lebih dari sekadar asap yang tak mungkin kutangkap :)

suami orang: maya.

Maya. Gadis yang selalu membiarkan rambut bergelombangnya tergerai sampai di bahu duduk di hadapanmu sambil mengaduk-aduk jus alpukat favoritnya. Maya bermata cokelat tua yang mengingatkanmu pada manisnya hari valentine di masa SMA, kulitnya bersih dan begitu lembut, bikin nyamuk dapat bercermin di sana atau malah tidur di atasnya alih-alih menggigitnya. Maya bertubuh ramping, lekukannya sempurna, para pria tak akan sanggup memandanginya lama-lama tanpa berpikir macam-macam, kecuali kamu. Kamu, sahabat terdekat Maya selama tiga bulan belakangan ini. Kamu, tempat curahan hati maya tentang semua pria yang berlomba-lomba mengajaknya berkencan. Kamu, satu-satunya yang tahu bahwa Maya percaya pada ramalan di masa kuliahnya dulu. Ramalan tentang jodohnya. Suatu siang gerimis berbulan-bulan lalu, kamu dan Maya sedang menikmati kopi di pinggir jendela gedung lantai limabelas tempatmu dan Maya bekerja. Seperti biasa, kamu tak banyak bicara. Hanya asyik mendengarkan Maya berceloteh tentang apa

rindu maya

Pernahkah kau merasa, kangen luar biasa? Satu rasa yang hadir tiba-tiba. Satu rasa yang bikin nafsu makanmu hilang entah kemana. Satu rasa yang bikin ramai isi kepala. Satu rasa yang mengundang insomnia mampir ke rumah tiap malam. Satu rasa yang bikin dirimu terjangkit asma. Satu rasa yang bikin konsentrasimu terpecah menjadi berjuta-juta. Satu rasa yang... ah, entah. Pernahkah? Pernahkah kau merasa, kangen luar biasa? Tapi tak tahu, kepada apa atau siapa... Hanya kangen saja. Itu saja. Pernahkah? Katamu, “Apa yang paling menyedihkan dari rindu?” Kataku, “Entahlah, aku tak tahu.” Lalu kutatap matamu, “menurutmu?” Katamu, “Yang paling menyedihkan dari rindu adalah rindu maya. Yaitu ketika kau bahkan tak tahu, kepada apa atau siapa rindu itu ada...” *** Ciputat, 10 April 2011 untuk Mr. Blue Sweet Shirt, kapan kau tak lagi menjadi sosok maya ? :)

untitled: tanpa alasan

Diamlah kau di situ. Diam sebentar saja. Jangan bergerak satu milimeter pun. Jangan sunggingkan bibirmu. Jangan mengedipkan matamu untuk menggodaku. Tidak. Kau juga tak boleh bersiul seperti itu! Diam. Diam saja. Ada apa? Tak ada apa-apa. Jangan tertawa seperti itu. Aku butuh wajahmu yang polos tanpa kharisma apa-apa. Stop! Sudah kubilang untuk tahan senyummu. Sebentar saja. Diam. Diam... ya.. seperti itu. Di...am. ..... Ah, ternyata... kau tak terlalu rupawan. Wajahmu standar dan sangat pasaran. Ada bekas jerawat di pipimu. Ada tahi lalat di ujung bibir atasmu, tepat di sebelah kiri sana. Sejujurnya, aku kurang suka dengan orang yang punya tahi lalat di daerah itu. Nah, lihat itu, rupanya saat kau tersenyum, ada gurat-gurat usia di sekitar matamu. Bahkan gigimu berantakan seperti itu. Bukan. Bukan wajahmu. Ternyata. Jangan tertawa dulu! Diam lah sebentar! Jari-jari tanganmu, tak terlalu indah. Ternyata. Terlalu gempal. Aku tak suka! Kau juga tak terlalu tinggi. Agak t