Posts

Showing posts from June, 2011

suami orang: kopi.

Rawamangun, 03-10 Juni 2011 Dua pasang mata yang saling tatap dengan mulut terkunci rapat, lalu bicara dengan bahasa yang hanya mampu dimengerti oleh kalbu: Cinta. *** Satu lagi kopi kaleng sengaja kutinggalkan di belakang jok supir bus langgananku sebelum aku turun. Setiap berangkat dan pulang kuliah, aku selalu naik bus yang sama. Bus yang hanya ada beberapa hingga aku tak jarang bertemu dengan dia . Si supir bus yang diam-diam ku kagum i. Entahlah, aku tak tahu apa nama rasa ini. Jadilah kusebut saja: kagum . Supir ini berbeda dengan supir bus lainnya. Dia tidak kasar, tidak grasak-grusuk, hampir selalu sopan, dan dia juga ramah. Tambahan lagi aku suka cara dia berpakaian. Dia tidak jorok seperti supir-supir metromini. Dia selalu memakai kemeja dan celana jins panjang. Bahkan, tak jarang dia juga memakai sepatu kets. Asesoris favoritnya, si topi hitam yang sering sekali dia kenakan. Ah, pokoknya aku sangat kagum pada dia ! “Kamu suka sama supir?!!” Salah seorang

wajah sedih

Rawamangun, 24-27 Mei 2011 Kamu, serupa nyeri berkepanjangan di lubuk hati paling dalam. *** Seorang pria yang baru kukenal mengatakan, “melihat wajahmu itu, entah kenapa, aku selalu ingin menangis. Rasanya... sedih sekali. Kenapa ya?” Hmm? Sedih bagaimana? “seperti terenyuh, begitu... pokoknya bikin aku ingin menangis. Kenapa ya?” Kenapa ya? Aku juga tak tahu... hahaha! Setibanya aku di rumah, aku segera bercermin. Penasaran juga dengan kata-kata si pria yang tadi kutemui. Kupandangi bayang wajahku sendiri. Sepasang mata dengan lingkar hitam di sekelilingnya. Jerawat di sana-sini. Hidung yang tidak terlalu mancung. Bibir yang sedikit hitam. Semuanya tampak normal. Tak ada kelainan yang bikin aku kelihatan menyedihkan. Pria itu hanya bergurau saja. Mulanya kupikir begitu. Tapi lalu, kulihat sesuatu dalam mataku. Ya! Ada sesuatu di dalam mataku! Kuperhatikan lekat-lekat sesuatu itu. Sesuatu... seseorang... dia tampak sangat menyedihkan. Dia mirip sekali dengan

untitled: pelarian (?)

Rawamangun, 19 Mei 2011 Gara-gara kamu, kini, saya mengungsi ke kampung orang. Satu tempat yang banyak sekali jalan layang. Satu tempat yang sedang saya pilah-pilah dengan cermat, lokasi mana yang paling tepat untuk membuang kamu dari ingatan. Kamu, yang telah sangat mengejutkan saya dengan status pernikahan itu. Ya... ya... meski sejak awal saya memang sudah menduga kalau kamu tak lagi bujang. Tapi, tetap saja... mengejutkan. Sudah sekian hari sejak saya memutuskan untuk melakukan pelarian. Kabur dan benar-benar hilang. Namun, saya masih juga belum menemukan tempat yang sesuai untuk kamu saya tinggalkan. Mulanya, saya pikir di terminal kamu pasti akan merasa kerasan. Tapi, setelah saya pikir ulang, terlalu banyak asap kendaraan di sana. Kamu bisa kena penyakit paru-paru nantinya. Saya tak mungkin sekejam itu. Lalu, saya pikir, di salah satu kolong jalan layang mungkin akan cocok juga. Tapi, saya lihat terlalu banyak sampah di sana, ditambah beberapa gelandangan. Sekalipun ada ta

tentang dia: jalan buntu.

Rawamangun, 17 Mei 2011 Mencintai kamu, terlalu menyakitkan. Melupakan kamu, terlebih lagi... *** Selamat malam, Tuan! Maaf merepotkanmu di jam-jam seperti ini. Tidak sedang sibuk, bukan? Ah, sepertinya, aku kenal kemeja yang kau kenakan itu. Kemeja kotak-kotak cokelat muda yang menjadi favorit dia. Dia bilang, kau semakin mempesona dalam balutan kemeja itu. Kaos putih ataupun merah, tak jadi masalah. Dia bilang, semua yang menempel di tubuhmu akan selalu terlihat indah. Kemeja, kaos di dalamnya, celana jins, sandal jepit ataupun sepatu, semuanya indah... Kamu tahu, kenapa aku memintamu datang malam ini? Kurasa tidak. Bahkan kuyakin, kau tak sadar sama sekali kalau salah satu penumpang langgananmu yang paling setia telah hilang dari peredaran. Dia, si gadis yang kemarin dulu kuceritakan padamu. Dia kabur. Mengungsi ke daerah orang. Memang tak sepenuhnya gara-gara kamu. Tapi, dia bilang padaku kalau dia merasa beruntung ditempatkan jauh dari kamu. Dia bilang, dia butuh wakt