Untitled: Sementara

Cimahi, 12 April 2012

Hidup ini hanya sementara. Jadi, wajar bagi saya jika banyak hal yang terjadi dalam hidup ini juga hanya sementara. Tapi, seperti sebuah sajak milik Sapardi, “Yang fana itu waktu. Kita abadi.” maka kenangan tentang apa yang terjadi itu akan terus ada. Abadi.


Sama seperti kamu. Kamu yang hanya sementara mengisi hari-hari dalam hidup saya. Kamu yang datang dan pergi silih berganti. Kamu semua. Kamu yang bahkan tak pernah menamakan relasi di antara kamu dan saya. Cukuplah bahasa tubuh saja yang menjelaskan semua tentang kamu dan saya.


Lalu, setelah kesementaraan itu berlalu, haruskah kamu dan saya mengadakan upacara perpisahan? Seorang kawan mengatakan, ucapan perpisahan akan membuat memori terlalu sarat dengan hal sentimentil. Bahwa ucapan perpisahan akan menjadi beban memori yang terberat. Tapi, tidak bagi saya. Saya justru merasa upacara perpisahan harus dibuat sedemikian megah. Bila perlu mengundang setiap alasan perpisahan untuk datang memeriahkannya. Agar kesementaraan itu benar-benar usai. Agar tak perlu ada kata kenapa sesudah semuanya usai. Agar saya bisa tersenyum bahkan juga tertawa ketika mengenang kesementaraan antara kamu dan saya. Manis bukan?


Maka, setelah berminggu-minggu kamu dan saya menjebak diri dalam kesementaraan, akhirnya kita tiba di ujung cerita: upacara perpisahan. Selamat tinggal, semoga kamu akan baik-baik saja. Sehat sejahtera, tidak terserang demensia agar tak perlu saya merasa berdosa atas segala rasa yang pernah ada. Selamat tinggal. Selamat tinggal. Atau.. perlukah saya mengucap sampai jumpa? :)

Comments

Popular posts from this blog

untitled: ucapan yang hilang

Jika.

Kehilangan Kata