untitled: duapuluh

Ciputat, 29 Juli 2011

Sebuah hadiah untuk si aku yang sedang merayakan hari lahirnya: berusahalah menghasilkan yang terbaik dengan dua kepala dalam satu jiwa.

***

Duapuluh. Du-a pu-luh.
Berkali-kali si aku menghitung usianya hari itu. Berkali-kali juga hasilnya tetap sama: duapuluh. Si aku tertegun, bertanya-tanya dalam hati,

apa yang sudah kulakukan selama duapuluh tahun?

Si aku lantas menanti. Pikiran segera membongkar isi kepala. Membuka-buka lagi buku memori yang lembarnya sudah menguning dan berdebu. Pikiran tak menemukan apa-apa di sana selain sejumlah hal percuma. Senang-senang semata. Tak pernah serius menghasilkan sesuatu yang utuh. Seluruhnya cuma separuh. Si aku kini termangu. Berpaling pada hati, memintanya melakukan hal yang sama. Hati segera mengobrak-abrik peti harta di kamarnya. Peti yang dikunci terlalu rapat hingga telah berkarat. Hati tak menemukan apa-apa di sana selain sebungkus kantung merahmuda yang telah pudar warnanya. Sebungkus rasa yang tak pernah disampaikan. Sebungkus rasa yang disimpan dan tak juga hendak dibuang. Dibiarkan berdebu begitu saja tanpa mengizinkan kantung-kantung lain masuk. Si aku makin bertanya-tanya,

Perjalanan sudah sebegini jauh, tapi aku belum menghasilkan apapun?

Si aku melirik waktu. Waktu yang makin kuat mendorong si aku untuk bergerak maju. Maju dan terus maju. Si aku mulai panik dan berpeluh. Lekas kembali berhitung, berharap kali ini hasilnya akan berbeda.

Duaribu sebelas dikurangi sembilanbelas sembilanpuluh satu: duapuluh.

Duh!

Comments

Popular posts from this blog

untitled: ucapan yang hilang

Jika.

Kehilangan Kata