tentang dia: stagnan

Cimahi, 17 Maret 2012

Seolah semesta membawa berita, bahwa kau dan aku memang sejiwa.

***

Sudah hampir satu jam dia hanya termangu sambil memainkan sedotan dalam gelas jus strawberry-nya. Bahkan semua es batu di dalam gelas itu nyaris mencair sekarang. Di sepasang matanya terpancar kesenduan yang turut menjalari siapa saja yang menatapnya lama-lama. Termasuk aku. Entahlah, melihat dia seperti itu seolah menyerap habis seluruh kebahagiaan dalam hidupku. Tiba-tiba aku ikut merasa kehilangan. Kehilangan.. jiwaku.

Jauh-jauh ada di sini, tidakkah sebaiknya kaunikmati pemandangan hijau berkabut di hadapan kita?

Aku berusaha mengalihkan dia sesaat dari dalam dunianya. Dunianya yang terlalu suram. Kugenggam tangannya seraya menunjuk ke arah gunung hijau yang separuhnya ditutupi kabut. Persis di sebelah café tempat aku dan dia menikmati hidangan makan menjelang sore. Makan siang yang sudah terlalu sore. Tapi dia tetap bergeming. Hanya mengangguk sedikit tanpa menoleh ataupun melirik.

Ah, begitulah. Dia selalu bersikap seperti itu jika ada hal-hal yang berkaitan dengan kamu. Kamu, yang dia sebut sebagai bintang utara. Petunjuk arah pulang bagi para pelaut yang berkelana. Beberapa hari yang lalu, kudengar dia iseng mengikuti sebuah perhitungan ramalan cinta. Hal kekanakan yang menurutku tak seharusnya dia lakukan atau malah percaya padanya. Dia menuliskan namamu dan nama dia untuk ikut ramalan tersebut. Hasilnya.. dikatakan bahwa kadar cinta kalian mencapai seratus persen. Jujur, aku sendiri menganggap itu hanya kebetulan belaka. Meski banyak orang bilang, di dalam hidup ini tak ada kebetulan, bahwa tiap helai daun yang gugur pun sudah diperhitungkan Tuhan.

Namun, sepertinya dia terlalu terbawa perasaan. Dia menganggap seolah itu adalah sebuah pesan dari semesta. Ya. Dia memang selalu percaya bahwa cinta sejati betul-betul ada dan cinta sejati tak selalu harus bersatu. Bagi dia, mereka yang sejiwa kadang memang tak perlu lagi hidup bersama. Hingga sudah lebih dari tujuh tahun dia memenjarakan diri dalam lingkaran masa lalu yang dia beri nama cinta sejati. Zona nyaman yang menyakitkan. Persis seperti seorang masokis sungguhan. Ah..

Gunung hijau di hadapan aku dan dia sudah sepenuhnya ditutupi kabut sekarang. Kulirik arloji di pergelangan tangan kananku, sudah hampir pukul enam. Itu berarti sudah hampir tiga jam aku duduk menemani dia mengaduk-aduk jus strawberry yang mungkin memang tak akan pernah dia minum. Sama seperti perasaan dalam hatinya yang dia beri nama cinta sejati. Ada, tapi tidak akan pernah disampaikan. Hanya dinikmati saja pedihnya. Sambil berdoa, kamu juga melakukan hal yang sama.

Lihat. Gunung-nya sudah dipenuhi kabut sekarang..

“Ya. Aku sudah lihat..” dia menyahut datar sambil melirik sedikit. Tangannya masih memainkan sedotan dalam gelas jus strawberry-nya.

***

Comments

Popular posts from this blog

untitled: ucapan yang hilang

Jika.

Kehilangan Kata