reinkarnasi hati

22 Oktober 2010 22.30 WIB

Malam kian larut. Tapi saya benar-benar belum mengantuk. Bahkan sakit punggung yang melanda tak menyurutkan niat saya untuk tetap terjaga. Malam ini begitu berbeda. Ada sesuatu yang berbeda. Ya, ada yang menggeliat di dalam dada saya. Sesuatu yang... baru.

Masih lekat dalam ingatan saya, hari ketika penghuni dada ini tiada. Si kecil yang membimbing hidup saya tanpa pamrih. Hampir setahun saya hidup tanpa rasa karenanya. Sampai beberapa waktu lalu, saya merasakan lagi satu kehidupan di dalam dada. Muncul di tempat penghuni lamanya bernaung. Reinkarnasi yang indah. Saya tak pernah menyadari keberadaan si kecil yang baru sebelumnya. Namun, bisikannya akurat. Sangat akurat. Pelan tapi tepat. Seakan ia berteriak pada saya, menyadarkan saya bahwa dia ada. Si kecil yang berteriak: “Hei, aku kembali!”

Si kecil kini merangkak berkeliling rumahnya sambil tertawa-tawa bahagia. Sehat. Sehat sekali. Saya akan membiarkannya menikmati hidup baru yang lebih baik. Biar, untuk sementara tak perlu dengarkan isi kepala. Tak perlu biarkan pikiran berkenalan dengannya. Dia masih terlalu muda untuk dikhianati. Untuk disakiti. Saya tak mau kehilangan hati untuk yang kedua kalinya. Tidak.

Si kecil bilang: “Jangan pakai abu-abu!”. Ragu. Tapi, akhirnya saya setuju untuk mengganti warna. Saya tersenyum saat melihat si lebah___sosok yang turut berkontribusi atas tewasnya hati___memakai kaus abu-abu yang mirip dengan milik saya. Kaus yang nyaris saya kenakan pagi tadi. Beruntung. Terima kasih, hati!

Si kecil bilang: “Naik motor saja!”. Kembali ragu. Tapi, akhirnya saya memutuskan untuk naik motor saja. Saya nyaris tertawa saat melihat kondisi jalan yang ditutup. Tak ada jalan untuk pejalan kaki. Hanya ada jalur untuk kendaraan bermotor yang itupun dengan sistem buka-tutup. Saya kembali selamat. Terima kasih, hati!

Si kecil benar-benar telah kembali. Mengisi hari-hari saya lagi. Membimbing jejak saya lagi. Saya memeluknya erat sekali. Membisiki telinganya: “Selamat datang, hati! Selamat datang kembali!”

Dari kejauhan, saya melihat pikiran memandangi kami. Tersenyum. Ya, sejahat apapun pikiran, saya tahu, dia senang karena partnernya telah kembali.

Comments

Popular posts from this blog

untitled: ucapan yang hilang

Jika.

Kehilangan Kata