Satu Paragraf

Ciputat, 17 Januari 2015

“I tried to swim to the side
but my feet got caught in the middle
and I thought I'd seen the light
but oh no.

I was just stuck on the puzzle
Stuck on the puzzle.”

Alex Turner – Stuck On The Puzzle.

***

Tik tik tik tik tik.

Bunyi tuts papan tombol laptopmu berulang kali terdengar. Dengan cepat, sejumlah kata muncul menjadi satu-dua kalimat di layar laptop itu tetapi kau selalu saja menghapus kembali semuanya setelah membacanya sekali lagi. Kau ingin menulis sesuatu tentang satu rasa malam itu tapi tak menemukan kalimat yang sesuai. Mungkin juga, justru tak kautemukan nama rasa yang sesuai untuk apa yang melandamu di malam itu. Sungguh ingin kaucekik Alex Turner karena dia lah yang berkontribusi dalam serbuan rasa malam itu. Perasaan yang kemudian menekan di dalam dada, bahkan juga menekan kelenjar Lakrimalis-mu meski tak sampai ada setetes air pun yang membasahi pipimu. Kau berusaha mengelak ketika bisikan di kepalamu menyebut kata ‘kangen’ berkali-kali.

Tik tik tik tik tik.

Kau masih berusaha menuliskan paling tidak sebuah paragraf dengan harapan tekanan di dalam tubuhmu mengalir pindah ke dalam aksara-aksara yang tombolnya kautekan satu-satu itu. Tetapi lagi-lagi kauhapus semua kalimat yang telah berbaris di layar laptopmu itu. Hingga kau menyadari bahwa kau memang benar-benar tak tahu apa yang hendak kautuliskan. Kau mulai merasa muak dan akhirnya menekan tombol itu sesuka hatimu. Kaumuntahkan segalanya begitu saja.

Tik tik tik tik tik!
Tik tik tik tik tik!
Tik tik tik tik tik!
Tik tik tik tik tik!

Paragraf itu terketik sudah. Kau tersenyum saat membacanya sekali lagi. Kau tahu kau adalah orang terbodoh di dunia dan menjadi makin bodoh karena menyadari kebodohanmu sendiri setelah menuliskan satu paragraf seperti ini:

“aku tahu kau tidak mencintaiku. Kau tahu aku mencintai laki-laki lain. Hidup bersama lelaki brengsek sepertimu adalah neraka bagiku. Hidup bersama perempuan galak sepertiku adalah juga neraka bagimu. Aku benci keberadaanmu. Aku tahu kau pun membenci keberadaanku. Aku sanggup melanjutkan hidup tanpamu. Aku sanggup mencari pengganti yang jauh lebih baik darimu. Terlebih kau, aku tahu kau tak pernah kesulitan menjalani hidup tanpa aku. Aku tahu mencari penggantiku menjadi semudah membalikkan telapak tangan bagimu. Menjadi kekasihmu adalah hal paling memalukan di dalam hidupku. Kau bahkan terlalu memalukan untuk kuperkenalkan ke hadapan teman-teman dan keluargaku. Mungkin kau pun merasakan hal yang sama terhadapku. Kau tak lebih dari sampah bagiku. tak lebih. Tetapi, sebanyak-banyak lelaki yang lebih baik darimu, secinta-cintanya hatiku pada laki-laki lain itu, harus kuakui bahwa: tak ada penjajah yang menjajah pikiranku selain kau yang brengsek, bodoh, dan memalukan itu! Setiap kali aku terkesima dengan kecerdasan seorang laki-laki, segera aku teringat pada kau yang tak mungkin memiliki kecerdasan setingkat itu. Kau yang tak mungkin memahami hal cerdas setingkat itu dan membaginya padaku. Kau yang bahkan tak pernah mengerti segala kalimat dalam bahasa asing yang sering tak sengaja terlontar dari mulutku. Atau ketika aku mengagumi selera seni seorang laki-laki, aku segera teringat pada betapa payahnya daftar lagu yang kauputar di dalam ponsel cerdasmu, betapa noraknya judul film yang kautonton. Atau ketika aku mengagumi gaya berbusana seorang laki-laki, maka aku akan ingat betapa memalukannya berdiri di sebelahmu yang selalu berpakaian asal-asalan. Atau ketika merasa damai melihat laki-laki yang sering mengingat Tuhan dan memuja ciptaan-Nya (bukan cuma memuja perempuan yang juga termasuk ciptaan-Nya!), aku juga akan teringat pada kau. Pada kau yang entah bisa mengingat Tuhan atau tidak. Pada kau yang lebih sering berbuat maksiat. Aku terus saja mengingat kau! Kau! Dan kau! Selalu saja membandingkan kau tak mungkin bisa sehebat itu, kau tak mungkin bisa sekeren itu, kau tak mungkin bisa begitu. Tapi tanpa kau, cacianku tak lagi berguna. Tanpa kau, pukulanku tak lagi ada fungsinya. Tanpa kau, hidupku kembali datar dan membosankan. Aku tahu aku hebat. Aku tahu banyak lelaki hebat di luar sana. Tetapi tanpa kau yang brengsek, bodoh, dan memalukan, aku tak lagi terlihat hebat. Tanpa kau yang brengsek, bodoh, dan memalukan, para lelaki hebat itu tak lagi terlihat hebat di mataku. Kembali ke sini, bodoh! ayo nikmati neraka kita bersama sekali lagi!”

Lantas kautekan tombol Ctrl dan S bersama-sama.

Comments

Popular posts from this blog

untitled: ucapan yang hilang

Jika.

Kehilangan Kata