Perihal Kasta Si Gadis

Ciputat, 11 Agustus 2013

Kamu duduk menghadapinya dengan tatapan mata yang beberapa hari lalu sempat menggoyahkan imannya. Kamu tersenyum, semanis senyum biasanya. Senyuman yang mulai dia benci keberadaannya. Senyuman yang semakin dia yakini adalah sewujud tipu daya iblis paling bajingan di dalam semesta.

Dia mengepalkan kedua tangannya di atas meja, lalu menarik nafas dalam-dalam sebelum mulai ceramah panjang tentang hubungan aneh di antara kamu dan dia. Ini pertama kali baginya untuk berceramah tentang kasta para lelaki di dalam hidupnya. Pertama kali. Khusus untukmu seorang, si bajingan dalam samaran malaikat yang nyaris sempurna.

“Di dalam hidupku, ada tiga kasta utama bagi laki-laki.” Dia mengacungkan jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis tangan kirinya.

“Pertama,” Telunjuk kanannya menyentuh ujung telunjuk kirinya, “teman biasa. Tak ada kriteria khusus untuk menjadi sekadar teman dalam hidupku. Aku tak peduli kamu berasal dari golongan apa, aku akan tetap berteman denganmu. Pejabat, pengemis, pengusaha, pengamen, aku tak peduli. Aku akan tetap mendengarkan semua ceritamu, curahan hatimu, atau apapun itu tanpa benar-benar peduli sama sekali. Mungkin aku akan berkomentar sesekali atau diam-diam malah tertawa dalam hati. Tapi, aku akan tetap berteman denganmu.”

“Kedua,” telunjuk kanannya bergeser ke ujung jari tengah kirinya, “teman dekat. Ada beberapa kriteria khusus untuk menjadi teman dekat dalam hidupku. Hal yang utama adalah loyalitas tanpa batas, frekuensi otak yang sama, memiliki wawasan luas, keterbukaan, kepercayaan, aku padamu, kau padaku, kita berbagi mimpi bersama dan melawan dunia. Tak ada rasa malu di antara teman dekat. Aku akan selalu mendengar sampah-sampah darimu, berkomentar banyak, memberikan solusi terbaik ketika dibutuhkan, dan tak akan pernah diam-diam tertawa di dalam hati karena kita hanya akan menertawakan hidup bersama-sama.”

“Ketiga,” telunjuk kanannya mengetuk ujung jari manis kirinya beberapa kali, “kekasih. Ini yang memiliki kriteria paling sulit ditembus laki-laki manapun di dunia. Karena bagiku, hanya ada satu-dua orang yang benar-benar pantas menyandang gelar sebagai kekasihku. Dia harus memiliki semua kriteria teman dekat ditambah.. dia harus mampu memimpinku menuju jalan Tuhan, jalan kebaikan. Dia harus bisa mengambil keputusan dengan tegas, dia harus tahu ke arah mana kami akan melaju, sebelum memintaku memilih sisa jalan terbaik yang telah diseleksinya terlebih dahulu. Dia harus menempatkanku persis di bawah posisi ibunya karena aku juga akan menghormatinya persis di bawah posisi ayahku. Dia juga harus mau berubah menjadi seseorang yang lebih baik karena demi dirinya, aku juga akan memperbaiki diri. Hidupnya adalah hidupku, dan hidupku adalah hidupnya.”

Dia menarik nafas dalam sementara kamu menelengkan kepala sambil tetap tersenyum.

“Kasta keempat, kasta yang tak pernah benar-benar terlihat, kasta yang tak pernah masuk dalam tiga golongan kasta utama, kasta bayang-bayang..” Dia menggerakkan telunjuk kanannya di antara jari tengah dan jari manis kirinya. “mereka ini adalah laki-laki yang melebihi teman dekat. Tapi tak kurasa pantas mendapatkan gelar kekasih sama sekali. Mereka hebat sebagai teman dekat, mereka pejuang gigih untuk memperebutkan kursi tamu di teras hati, mereka yang rela melakukan apa saja yang kukatakan, mereka yang bersedia menanti hingga detik ini karena aku tahu mereka paham sekali di mana posisi mereka semestinya berada..”

Matamu mulai menajam sekarang, senyum di wajahmu perlahan memudar. Kamu tahu, bahwa gadis yang bicara di hadapanmu itu tak senaif yang kamu kira sebelumnya. Di wajahnya terbersit sekilas senyuman karena ekspresimu barusan.

“Kamu datang dalam hidupku dari antah berantah, bermanja manja seolah kamu dan aku telah mengenal satu sama lainnya sejak lama.. cukup membingungkanku juga. Di kasta mana aku harus menempatkan dirimu dalam hidupku? Satu-dua hal rasanya bisa meloloskanmu dalam kasta teman dekat.. tapi, kamu bergerak lebih jauh.. sejujurnya, kamu tak mungkin lolos dalam kasta kekasih. Sejujurnya..” Dia melipat kedua tangannya di atas meja sekarang, “tetapi, aku sempat berpikir untuk menerimamu sebagaimana dirimu saja. Aku sempat berpikir untuk menghapus segala kriteria yang kuciptakan sebagai benteng pertahanan itu. Aku sempat berpikir begitu.. mulanya. Hanya saja, sebelum aku membuat keputusan salah.. kamu sudah keburu berubah menjauh. Kamu yang sekarang persis seperti seekor kecoak di kamar mandi. Sebentar muncul mengejutkanku, detik berikutnya sudah hilang lagi tanpa jejak. Bagaimana mungkin aku menginginkan kecoak menjadi kekasihku?”

Dia diam beberapa detik. Lalu, dia mendekatkan wajahnya padamu dan berbisik pelan, “Jadi, di kasta manakah aku semestinya menempatkanmu?”

Dudukmu menegak. Tatapan matamu yang sebelumnya berusaha merayu, kini sepenuhnya telah berubah serius. Demikian juga senyummu. Bibirmu bahkan telah mengatup rapat. Wajah bajingan yang sesungguhnya itu muncul juga. Dia mendengus. Separuh senang melihat topeng malaikat itu akhirnya luruh juga, separuh sedih karena kamu tetap iblis bajingan termanis yang pernah dia hadapi.

“Jadi, kurasa.. aku akan menempatkanmu di kasta terbawah saja: teman biasa.” Dia tersenyum meski sesungguhnya, dia juga ingin menangis. “Mungkin kamu bisa naik kasta jika suatu hari nanti.. kamu berubah kembali. Berubah menjadi malaikat sejati. Bukan iblis yang menyamar lagi..”

Kamu tak bergerak. Kamu hanya menatap matanya dalam-dalam. Dia tahu kamu berusaha mencari gadis naïf yang sebelumnya ingin kamu perdaya. Dia hanya tersenyum. Sungguh dia ingin memintamu menyerah saja, karena sesungguhnya gadis naïf itu tak pernah ada. Di dalam matanya hanya ada seorang gadis iblis yang bersembunyi di balik kenaifan seorang gadis yang tak pernah memiliki kekasih.. resmi.

***

“While I’m wide awake she’s no trouble sleeping
Cause when a heart breaks no it don’t breakeven..”

(The Script - Breakeven)

Comments

Popular posts from this blog

untitled: ucapan yang hilang

Jika.

Kehilangan Kata