tentang dia: kejutan Tuhan

Ciputat, 04 Februari 2012

Dia menatap mataku dengan serius. Lalu, bertanya, “Berapa banyak lelaki yang ada di dunia? Tak adakah lajang yang tersisa?”

“…”, aku kehilangan suara.

***

Memperhatikan dia merendam kaki di kolam dan menendang-nendang pelan di dalamnya, sejujurnya agak membuatku tergoda juga untuk duduk di sebelahnya dan melakukan hal yang sama. Tapi, seseorang yang tampak berusia matang dengan kemeja, dasi, dan celana selicin ini tentu akan terlihat ajaib jika melakukan hal kekanakan seperti itu. Maka aku hanya tersenyum dan menggeleng ketika dia menepuk-nepuk batu pualam kolam di sebelahnya, menawariku duduk. Melihat reaksiku, dia malah tertawa.

“kau terlalu kaku!” katanya lalu terkikik pelan. 

Ada apa kali ini?

Ya. Aku heran sekali. Baru sekali ini dia memintaku bertemu di tempat selain kamar kosku. Malah aku juga tak menyangka, dia memilih taman seramai sore ini untuk bertemu. 

“Ngga ada apa-apa.” Dia tersenyum, kubaca keraguan dalam senyumnya. “lagi pingin lihat anak-anak main aja..”

Dia menarik napas dalam sebelum kembali tersenyum sambil memperhatikan anak-anak balita yang berlarian di sekitar taman. Kuikuti arah mata dia. Balita-balita yang memang benar-benar menggemaskan. Tampak bugar dan begitu bahagia berlarian ke sana ke mari. Tawanya yang renyah membuat siapapun yang mendengarnya pasti ikut tergelitik juga. Termasuk aku. Aku tertawa pelan memperhatikan malaikat-malaikat kecil itu berkejaran dengan bunda mereka. Bunda mereka..

Aku lekas menoleh. Kudapati dia yang tersenyum dengan mata sendu. Menerawang begitu jauh sebelum akhirnya menghela napas lagi dengan berat.

Kamu..

“aku suka anak-anak. Selalu suka.” Kaki mungilnya masih bergerak-gerak pelan di dalam kolam. Lantas, dia diam sebentar.

Kudengar suara berdebam pelan sebelum akhirnya suara tangis bocah yang sedari tadi kami perhatikan membahana. Aku melirik bocah itu. Si Bunda dengan panik sibuk mengelus-elus lutut anaknya tercinta itu. Si Bunda dengan cekatan segera menggendong balitanya yang masih menangis kesakitan, menepuk-nepuk punggungnya dengan penuh kasih sayang. Berusaha menenangkan. Kulirik dia. Dia juga masih memperhatikan pemandangan itu dengan aura melankolis yang begitu terasa. 

“kau tahu kan, kalau aku suka anak-anak.” Dia mengulang lagi kalimat yang beberapa saat lalu dikatakan padaku. Seolah meyakinkan bahwa aku sungguh-sungguh mendengar kalimatnya tadi. “tapi, aku sungguh tak mengira bahwa Tuhan begitu baiknya padaku. Tuhan tentu tahu kalau aku suka anak-anak. Tuhan tahu bagaimana cara terbaik untuk mengejutkanku. Tuhan selalu tahu.”

Di kejauhan sana, kulihat sebuah mobil merapat ke sisi taman. Dari pintu pengemudi, keluar seorang pria berkemeja cokelat muda bergaris. Berperawakan tinggi dengan rambut agak ikal. Mata sipitnya melirik sekilas ke arah kami. Tunggu. Bukan.. bukan kami ternyata. Mata sipitnya melirik ke arah dia. Dia yang juga menatap si pria itu lekat-lekat. Empat bola mata yang saling menatap. Tatapan yang membuatku nyaris tertawa. Nyaris tertawa karena mengira si pria akan berjalan ke arah kami. Nyaris tertawa karena mengira dia memintaku bertemu untuk memperkenalkan aku dengan pria bermata sipit itu. Nyaris tertawa sebelum akhirnya kulihat Bunda dan balita dalam gendongannya menghampiri pria itu.. Ah..

Dia melirikku sambil tertawa pelan, “sudah kukatakan padamu. Aku suka anak-anak dan Tuhan selalu punya cara untuk memberiku kejutan.”

Aku hanya menatap dia dalam diam. Tak pernah mengerti, bagaimana bisa ada seorang gadis yang sebegitu bahagia dengan hidupnya yang sangat sangat mengejutkan. Tak pernah mengerti, bagaimana bisa ada seorang gadis yang sanggup menertawakan kejutan hidupnya yang seringkali tidak menyenangkan. Oh, gadis. Kenapa jalan hidupmu begitu.. mengejutkan?

Melihatku yang memandangi dia dengan perasaan menyesal, membuatnya tersenyum. Pelan dia berkata, “kejutan Tuhan.. selalu manis, bukan?”

…, aku kehilangan suara.

***

Comments

Popular posts from this blog

untitled: ucapan yang hilang

Jika.

Kehilangan Kata